Kabarbhayangkara.com/ BANDUNG – Dengan jumlah penduduk hampir 50 juta atau 20% dari total jumlah penduduk di Indonesia, masyarakat Jawa Barat perlu menjadi teladan bagi masyarakat lainnya di Indonesia. Terutama keteladanan baik dari sisi spiritualitas ataupun batiniahnya.
Menurut Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, pembangunan infrastruktur fisik atau secara lahiriah sama pentingnya dengan membangun infrastruktur spiritual. Untuk itu, program keagamaan seperti Shubuh Keliling (Subling) atau Sholat Shubuh Berjamaah dan Maghrib Mengaji, serta program lainnya diharapkan mampu mendorong sisi spiritual masyarakat.
“Kegiatan-kegiatan seperti ini (Subling) bisa menjadi keutamaan, karena pembangunan secara lahiriah sama pentingnya dengan membangun infrastruktur aqidah dan infrastrukutur spiritualitas, seperti Shubuh Berjamaah ini,” ujar Emil – sapaan akrab Ridwan Kamil saat Subling di Masjid At Ataqwa, Jl. Kebon Sirih No. 10, Kota Bandung, Minggu pagi (24/2/19).
“Masyarakat Jawa Barat sendiri harus menjadi masyarakat teladan. Karena jumlahnya paling banyak se-Indonesia, hampir 50 juta, jadi 20 persennya Indonesia,” tambahnya.
Oleh karena itu, lanjut Emil, untuk menjadi masyarakat teladan diperlukan simbol yang bisa menjadi referensi seperti masjid atau rumah ibadah. Hal ini dilakukan untuk membangun keseimbangan antara lahir dan bathin. Jumlah masjid di Jawa Barat yang hampir 100 ribu unit diharapkan tidak hanya makmur dari kuantitasnya saja.
“Dan kita berharap bukan jumlahnya tapi kemakmuran masjidnya,” harap Emil.
Pada kesempatan ini, Emil menekankan bahwa pembangunan infrastruktur spiritual juga penting mengingat perubahan dunia terkait dampak dari teknologi digital. Dampak digital ini ada dua sisi, positif dan negatif. Sisi positif digital salah satu diantaranya yaitu konektifitas, sementara sisi negatif seperti tidak terantisipasinya informasi yang masuk tanpa filter atau tabayyun, sehingga banyak beredar informasi bohong atau hoaks.
“Anak-anak kita hari ini harus dibekali oleh kesiapan spiritualitas menghadapi urusan dunia di luar masjid yang begitu hebat dan sering kali mengkhawatirkan,” tukas Emil.
“Kalau kita lihat pendidikan kita makin miris, seperti ada murid-murid melawan gurunya, kalau dulu mah boro-boro, karena dulu itu sosok guru adalah pengganti orang tua yang sangat dihormati. Kalau sekarang karena pengaruh sisi buruk dari sebuah revolusi digital,” tandasnya.
Comment