Kabarbhayangkara.com/Bandung – Keluarga adalah ekspresi terbaik seorang perempuan. Konsep diri seorang ibu ataupun istri dalam kehidupan berkeluarga menjadi penentu dalam membentuk lingkungan keluarga.
“Perempuan memiliki tugas dan peran yang penting di keluarga. Salah satu tugas terpenting, yaitu menjadi benteng keluarga,” cetus Siti Muntamah Oded.
Istri Wali Kota Bandung sekaligus Ketua Tim Penggerak PKK Kota Bandung, ini mengemukakan hal itu dalam seminar bertajuk “Perempuan Bandung Penerus Cita-Cita Kartini” di Pendopo Kota Bandung, Sabtu (20/4/2019). Seminar ini digelar oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat (DP3APM) Kota Bandung dalam rangka pemperingati Hari Kartini.
“Emansipasi yang diinginkan R.A. Kartini adalah bagaimana perempuan menghidupkan peran dan tugas di keluarga,” lanjut Umi, sapaan akrab Siti Muntamah Oded.
Umi memaparkan, perempuan memang membutuhkan kecerdasan intelektual dan kompetensi soft skill. Namun hal itu bukanlah menjadi alat untuk mengecilkan peran laki-laki. Justru pengetahun dan kemampuan perempuan yang memiliki peran penting ketika mengambil porsinya sebagai seorang ibu.
“Tugas penting kita menjadikan generasi berkarakter sebagai dasar pilar bangsa. Negeri ini punya masalah kejujuran, keberanian, eksistansi di lingkungan dan segala macam. Peran untuk menghadirkan karakter emas itu adalah tugas penting perempuan, ini menjadi aset pentng untuk negeri,” katanya.
Selain Umi, seminar ini juga menghadirkan pembicara lainnya. Mereka di antaranya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) dan juga Plt Kepala DP3APM Kota Bandung, Kamalia Purbani, dari unsur tokoh masyarakat Indari Mastuti, akademisi Erham Wilda, politisi Salmiah Rambe dan dipandu oleh moderator Ghaida Tsurayya Gymnastiar.
Dalam paparannya, Kamalia Purbani mengupas peran perempuan di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung. “Total ASN (Aparatur Sipil Negara) perempuan di Kota Banndung itu 57,8 persen dan laki-laki 42,2 persen. Hanya saja proporsi perempuan yang menduduki jabatan struktural esselon IVb sampai IIb adalah 38,76 persen,” ucap Kamalia.
Kamalia menuturkan, jumlah perempuan saat penerimaan berimbang dengan laki-laki. Hanya saja ketika memasuki kenaikan jabatan struktural yang lebih tinggi, proporsi perempuan mulai berkurang.
Menurut Kamalia, terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan kuantitas kaum perempuan semakin berkurang ketika memasuki jenjang jabatan lebih tinggi. Salah satunya yakni dituntut untuk memiliki soft skill lebih tinggi, lantaran semakin tinggi jabatan maka tanggung jawab besar dan jam kerja lebih panjang sudah menjadi konsekuensi.
“Karena masalah budaya juga di kita dalam menempatkan posisi perempuan. Lalu pasti perempuan dilematis anatara memilih karir atau keluarga. Ini memang memerlukan keberpihakan. Ketiga itu masih ada lingkungan kerja yang masih belum ramah perempuan,” terangnya.
Sedangkan Anggota DPRD Kota Bandung, Salmiah Rambe memberikan materi tentang pentingnya pendidikan politik bagi perempuan. Ia mendorong agar kaum perempuan berani terlibat langsung dalam proses politik.
“Kita semestinya ikut terlibat dalam proses politik. Politik tidak lepas dari kehidupan kita, mau besar atau kecil akan berdampak. Perempuan dan laki-laki sama-sama berkontribusi dalam kemajuan bangsa,” ujar Salmiah.
Sedangkan penulis buku dan enterpreneur, Indari Mastuti menegaskan pentingnya seorang perempuan untuk mengembangkan kreativitas. Menurutnya, kreativitas seorang perempuan menjadi modal penting untuk menciptakan kemandirian.
Indari mengatakan, indikator kreativitas perempuan bisa terlihat mulai dari lingkngan rumah terlebih dahulu. Pengakuan dari orang terdekat menjadi gerbang awal untuk mengembangkan kreatifitas perempuan di luar tugasnya sebagai seorang ibu, istri maupun anak.
Sementara akademisi dari Universitas Islam Bandung (Unisba), Erham Wilda memaparkan, perihal tantangan besar yang dihadapi di era modern ini, yaitu menyikapi kehadiran teknologi informasi. Perkembangan internet sebagai “penyedia jasa” yang berkembang pesat bisa menjadi ancaman apabila tidak digunakan secara bijak.
Erham mengungkapkan, dari data tahun 2017 lalu tercatat pengguna internet di Indonesia hingga menembus angka 143,26 juta jiwa. Perangkat elektronik yang semakin canggih dengan layanan teknologi informasi tersebut dinilainya sudah menjadi candu bagi masyarakat Indonesia.
“Di kita mulai dari bayi dan tidak sedikit usia 70 pegang gadget. Kita punya banyak manfaat dari gadget tapi jangan lupa dampak negatif dari gadget jangan sampai jadi korban. Bisa merusak tatanan kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, akhlak dan moral dan kehidupan agama karena nilai tidak jelas antara salah dan benar karena semua mengikuti gadget,” ucap Erham.*
Comment