Kabarbhayangkara.com /KOTA BANDUNG – Forum Kepala Sekolah Swasta atau FKSS Jawa Barat meminta Presiden Prabowo Subianto mencabut aturan soal murid baru yang dikeluarkan oleh Gubernur Dedi Mulyadi. FKSS meminta pemerintah pusat mencabut Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor: 463.1/Kep.323-Disdik/2025 karena dinilai bertentangan dengan banyak aturan di Kementerian Pendidikan, dan berpotensi mematikan pendidikan swasta.
Tak hanya ditujukan kepada Presiden Prabowo Subianto, sikap FKSS Jabar yang juga ditujukan kepada Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian; Menteri Pendidikan Dasar Dan Menengah Prof. Dr. Abdul Mu’tu, M.Ed; Gubernur Provinsi Jawa Barat Dedi Mulyadi, S.H., M.M; Ketua Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat H. Yomanius Untung, S.Pd; Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Dr. H. Purwanto, S.pd., M.Pd; Ketua Umum Badan Musyawarah Perguruan Swasta Pusat Ki.H. Dr. Saur Panjaitan M.M; Ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta Wilayah Jawa Barat Ir. Dr. H. Sodik Mudjahid, M.Sc dan Segenap Guru dan Insan Pemerhati Pendidikan
Dalam surat terbuka yang disebar melalui media sosial tersebut, FKSS meminta pemerintah mencabut Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor: 463.1/Kep.323-Disdik/2025 Tentang Petunjuk Teknis Pencegahan Anak Putus Sekolah Jenjang Pendidikan Menengah Di Provinsi Jawa Barat.
“Dengan ini kami Forum Kepala Sekolah SMA Swasta Jawa Barat (FKSS JABAR) memohon Kepada Presiden Republik Indonesia Jenderal TNI (Purn) H. Prabowo Subianto untuk berkenan berkomunikasi dengan Gubernur Provinsi Jawa Barat H. Dedi Mulyadi, S.H., M.M untuk mencabut Kepgub Nomor: 463.1/Kep.323-Disdik/2025 Tentang Petunjuk Teknis Pencegahan Anak Putus Sekolah Jenjang Pendidikan Menengah di Provinsi Jawa Barat,” bunyi surat terbuka FKSS Jabat yang ditandatangi oleh Ketua Umum Ade D Hendriana dan Sekjen Suhaerudin.
Poin yang menjadi keberatan FKSS Jabar adalah ruang lingkup dari aturan PAPS tersebut, khususnya point 4 huruf C. Dimana Calon Murid ditempatkan kepada satuan pendidikan sebanyak banyaknya 50 Murid disesuaikan dengan hasil analisis data luas ruang kelas yang akan digunakan, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Aturan tersebut menurut FKSS Jabar berdasar pada sejumlah alasan, terutama karena adanya aturan pemerintah yang dilanggar. Kepgub jabar Nomor: 463.1/Kep.323-Disdik/2025, menurut FKSS bertentangan dengan Permendikbudristek Ri Nomor 22 Tahun 2023 Tentang Standar sarana prasarana pada pendidikan anak usia dini, Jenjang Pendidikan Dasar dan Jenjang Pendidikan Menengah Pasal 12 ayat 2 huruf a. Tentang rasio luas ruang kelas minimal 2 (dua) meter persegi per Peserta Didik karena sekolah Negeri di Jawa Barat tidak ada ruang kelas yang ukurannya 10 MX 10 M atau 8 M X 12,5 M yang ada sekarang maksimal 9 MX8M.
Juga bertentangan dengan Permendikbudristek Rl Nomor 47 Tahun 2023 Tentang Standar Pengelolaan pada pendidikan anak usia dini, Jenjang Pendidikan Dasar dan Jenjang Pendidikan Menengah Pasal 8 ayat 6 huruf b ketersediaan sarana dan prasarana pada Satuan Pendidikan karena mayoritas sekolah Negeri di Jawa Barat Paling banyak 9 atau 10 Ruang Kelas per angkatan.
Selain itu, FKSS menilai masih banyak sekolah swasta yang berperan untuk mencegah anak putus sekolah. Sehingga aturan tersebut akan berdampak pada pada mutu pendidikan terancam menurun; guru sertifikasi kekurangan jam dan banyak sekolah swasta yang berpotensi tutup dan berdampak pada PHK guru dan karyawan jika sekolah swasta tutup bukan karena tidak berkualitas namun karena tidak diberi ruang untuk bersaing.
“Kebijakan tersebut seakan akan membenturkan sekolah negeri dan swasta sehingga berpotensi terjadinya kesenjangan sosial yang semakin tajam dalam dunia pendidikan.
Demikian surat terbuka ini untuk Bapak Presiden, semoga Bapak Presiden Berkenan membaca serta mendengarkan aspirasi kami. Terima kasih Bapak Presiden,” tulis FKSS dalam surat terbuka tersebut.
Menerima Murid Baru Diluar Jalur SPMB 2025
Peraturan pemerintah provinsi jabar ini, sudah diterapkan oleh Dinas Pendidikan melalui Kantor Cabang Dinas. Salah satunya terjadi di Kabupaten Sukabumi, KCD V akhirnya mengakomodir calon murid baru yang sebelumnya sempat didiskualifikasi karena terbukti menggeser titik koordinat pada SPMB jalur domisili.
Sebelum peraturan ini mulai dijalankan, sekolah swasta khususnya SMA dan SMK di Sukabumi mengeluh karena nyaris tak kebagian murid baru dari SPMB 2025. Karena calon murid berlomba-lomba mengejar sekolah negeri.
Data mengejutkan diungkap forum kepala sekolah SMK swasta di Kota Sukabumi Jawa Barat. Dimana, dari jumlah lulusan SMP negeri dan swasta di Kota Sukabumi tahun ini yang mencapai 4.589 orang, hanya ada 157 pelajar yang diserap oleh 25 SMK di wilayah tersebut.
Data yang mereka paparkan dalam surat terbuka bertajuk “Mengetuk Hati Kepala dan Ketua SPMB SMK/SMA Negeri Tahun Ajaran 2025/2026”. Dari total 4.432 siswa yang diterima di sekolah negeri–2.342 di SMA negeri dan 2.090 di SMK negeri–hanya tersisa 157 pelajar bagi SMK swasta, juga SMA.
Para kepala sekolah swasta, khususnya SMK yang berjumlah 25, merasakan keprihatinan yang mendalam menjelang tahun ajaran baru 2025/2026. Surat terbuka itu mereka kirim kepada panitia Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) SMK/SMA negeri.
Isinya bukan hanya keluhan, namun juga ajakan untuk membangun rasa keadilan. Secara lebih rinci, data yang dilampirkan dalam surat itu menunjukkan, penerimaan siswa baru di SMA negeri di Kota Sukabumi dari lima sekolah berjumlah 2.342 siswa, lalu SMK negeri dari empat sekolah 2.090 siswa, sehingga total yang diterima di sekolah negeri adalah 4.432. Sementara lulusan SMP negeri dan swasta tahun ini, berdasarkan catatan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud), sebanyak 4.589 orang. Dengan demikian, jika kuota negeri terpenuhi, hanya tersisa 157 siswa.
Kondisi ini membuat banyak kepala sekolah atau kepsek swasta tidak yakin dengan masa depan sekolah yang mereka pimpin. Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMK Kota Sukabumi, Budi Supriadi, mengatakan surat terbuka ini merupakan bentuk keprihatinan kolektif yang sudah lama dipendam para kepala sekolah.
“Kami tidak sedang meminta dikasihani. Kami hanya ingin didengar, diajak bicara, dan diperlakukan sebagai bagian dari sistem pendidikan, bukan saingan,” ujarnya saat dikonfirmasi sukabumiupdate.com lewat WhatsApp, Sabtu (28/6/2025).
Menurut Budi, selama ini komunikasi dengan pihak sekolah negeri maupun panitia SPMB sangat sulit dilakukan. “Saat kami para kepsek SMK swasta mencoba komunikasi dengan kepsek negeri, khususnya soal SPMB, hasilnya buntu. Chat hanya dibaca,” ungkapnya.
Ia juga menyebut pihaknya sudah mencoba menjalin komunikasi dengan instansi terkait. Namun jawaban yang diterima terkesan normatif. “Ada yang hanya bilang, ‘komunikasikan langsung dengan kaseknya’, ada juga yang bilang, ‘turut prihatin atas situasi dan kondisi SMK swasta saat ini, surat akan diteruskan ke pimpinan’,” ujar Budi.
Tak berhenti di situ, para kepala sekolah juga sempat mengadukan situasi ini ke DPRD Kota Sukabumi, khususnya Komisi III yang membidangi pendidikan. Namun respons yang diterima belum memuaskan.
Budi menjelaskan SMK swasta tidak meminta perlakuan istimewa, apalagi belas kasihan. Yang diharapkan adalah regulasi adil dan sikap saling menghargai. “Kami ingin ada langkah konkret dari dinas. Misalnya dengan mengatur daya tampung sekolah negeri agar tidak menyerap habis seluruh lulusan SMP, sehingga masih ada ruang bagi kami di swasta. Ini bukan soal rebutan murid, tapi keberlangsungan pendidikan di Kota Sukabumi secara keseluruhan,” tegasnya.
Comment