Kabarbhayangkara.com/ KOTA BANDUNG — Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Setiawan Wangsaatmaja mengingatkan _critical thinking_ atau kemampuan berpikir kritis menjadi salah satu kompetensi yang harus dimiliki aparatur sipil negara (ASN), khususnya di lingkup Pemda Provinsi Jawa Barat.
Hal ini diungkap Sekda Setiawan saat membuka kegiatan Assesment Center Eselon II Jabar, di Hotel Mercure Nexa Supratman, Kota Bandung, Senin (10/7/2023).
“Saya pelajari, ketika saya di Pusat (Kemenpan RB) mengumpulkan hasil assesment test untuk para JPT (Jabatan Pimpinan Tinggi). Ada dua tiga kompetensi yang sulit tercapai di antaranya _critical thinking_, komunikasi, juga terkait dengan cara meyakinkan, itu adalah jenis kompetensi yang sulit dicapai,” ungkap Setiawan.
Maka di lingkup Pemda Provinsi Jabar, Setiawan ingin membuktikan apakah cerminan JPT di tingkat nasional yang demikian juga terjadi di Jawa Barat.
Sejalan itu, dia meminta para Eselon II yang mengikuti assesment untuk mengikuti dengan cara yang lebih rileks dan tidak menjadikannya beban.
“Namanya _assesment_ ini, ya harus rileks, ini sesuatu yang biasa, _be normal_ santai saja, apa adanya, itu yang mencerminkan keseharian kita,” kata Setiawan.
Sementara itu, sambung Setiawan, _critical thinking_ sendiri merupakan sesuatu yang vital bagi ASN, khususnya di tingkat JPT.
“Apakah di Jabar mirip dengan JPT nasional apa Jabar punya kekhasan sendiri,” kata Setiawan.
Apalagi ASN sebagai penyelenggara pemerintahan di era kekinian juga dituntut kreatif guna menciptakan inovasi- inovasi baru guna meningkatkan pelayanan publik itu sendiri. Di situah _critical thinking_ salah satunya diperlukan.
Sementara itu, kata Setiawan, hasil assesment center yang dilakukan hari ini juga akan berlaku secara nasional.
“Jadi saat Bapak/Ibu ikut rekrutmen di mana saja, hasil ini bisa digunakan. Tidak perlu mengulang lagi assesment,” katanya.
Lebih lanjut, Sekda Jabar mengungkap bahwa di Jabar tengah diberlakukan management talenta dengan konsep _9 boxes_, atau sembilan boks. Maka kalau tidak assesment sembilan boks itu tidak bisa diisi.
“Itulah gap kompetensi yang harus diisi ASN. Banyak ASN yang punya gap baik di sisi kompetensi, managerial, teknikal,” katanya.
“Adapun yang tidak _achieve_ dari standar kompetensi itu tugas BPSDM (Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia),” ucapnya.
Maka selanjutnya jadi tugas BPSDM untuk memberikan _capacity building_untuk menghilangkan gap kompetensi tersebut.
Pun selama ini, _capacity building_ managerial para JPT biasanya melalui program Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN) dan beberapa program lainnya.
Maka perlu ditekankan kembali hal substansial apa yang jadi gap dari setiap ASN ini yang harus perbaiki
“Harus _satisfy_, _crirical thinking_, itulah yang harus kita benahi. Inilah yang bisa kita lakukan sekarang dan bisa jadi diangkat lagi di tingkat nasional,” pungkas Setiawan.