Kabarbhayangkara.com/BANDUNG* – Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mendorong para kepala daerah dan pejabat publik penyintas COVID-19 mendonorkan plasma darahnya untuk pasien positif yang masih dirawat di rumah sakit.
Saat ini minat penyintas COVID-19 menyumbangkan plasma darahnya tergolong rendah. PMI mencatat jumlah calon pendonor plasma darah hanya 5-10 persen dari total jumlah pasien yang sembuh secara nasional.
Hal ini yang kemudian membuat Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin mencanangkan Gerakan Nasional Pendonor Plasma Kovalesen secara daring bersama Palang Merah Indonesia dan rumah sakit seluruh Indonesia, Senin (18/1/2021)
“Ada gerakan donor plasma konvalesen. Saya imbau kepada ribuan orang yang sembuh di Jabar, kami dengan sangat memohon menyumbangkan plasma darahnya untuk digunakan bagi penyembuhan pasien yang masih berjuang karena COVID-19. Mudah-mudahan kampanye donor plasma konvalesen ini bisa berhasil di Jabar,” ujarnya di Makodam III/Siliwangi, Kota Bandung, Senin (18/1/2021).
Diketahui beberapa kepala daerah yang terkonfirmasi positif COVID-19 seperti Wali Kota Bogor, Wakil Wali Kota Bandung, Bupati Karawang, Bupati Bogor, Wali Kota Bandung, dan terbaru Bupati Bandung Barat. Sekda Kota Bogor pun diketahui terkonfirmasi, dan masih banyak pejabat publik lainnya setingkat eselon II.
“Bagi kepala daerah atau pejabat publik yang memenuhi syarat, seperti tidak ada komorbid, belum pernah hamil, dan positifnya bergejala, saya dorong untuk mendonorkan plasma darahnya,” ujarnya di Kota Bandung, Sabtu (16/1/2021).
“Rakyat itu kan bagaimana pemimpin. Kalau pemimpinnya kasih contoh baik, insyaallah masyarakat pun akan ikut. Dulu pas uji klinis peminatnya sedikit, tapi setelah saya dan forkopimda daftar, relawan malah membeludak. Kemarin vaksin, pejabat publik pun memulainya agar masyarakat juga ikut,” kata Ridwan Kamil.
Di saat pandemi, menurut Gubernur, pemimpin harus menanamkan empati dan solidaritas di masyarakat. “Gimana caranya? Jadilah contoh, jadilah panutan. Jangan justru memunculkan preseden buruk,” ucapnya.
Setelah kepala daerah menjadi pendonor plasma, paling tidak langkah ini akan diikuti pejabat publik di bawahnya seperti sekda, kepala dinas serta pejabat eselon lainnya. “Harapannya seluruh ASN penyintas COVID-19 akan mengikuti,” ucapnya.
Ketua Komunitas Pendonor Plasma Darah dr Ariani menjelaskan, terapi plasma darah dapat menjadi alternatif penyembuhan terbaik bagi pasien positif, di tengah belum ditemukannya obat COVID-19 dan vaksinasi yang saat ini baru saja mulai.
Terapi plasma darah dipakai dokter di Rumah Sakit Syaiful Anwar Malang. Berdasarkan penelitian, plasma darah dapat meningkatkan angka kesempuan pasien positif dengan derajat berat 95 persen sembuh, derajat kritis 59 persen sembuh.
“Intinya semuanya masih dalam taraf penelitian, tapi menjanjikan di saat belum ada obat pasti,” kata Ariani.
Penjelasan Ariani sekaligus membantah keraguan dari sebagian kalangan dokter yang mengatakan terapi plasma darah tidak efektif menolong pasien positif, bahkan sudah ditinggalkan negara maju seperti Inggris.
Pencanangan Gerakan Nasional Pendonor Plasma Kovalesen oleh Wapres menunjukkan terapi ini efektif dan menjadi pilihan saat ini. “Jika memang tidak efektif sepertinya mustahil pemerintah lakukan ini. Terapi plasma kovalesen memang dalam taraf uji klinis di seluruh negara di dunia,” jelas Ariani.
Menurut Ariani, saat ini minat penyintas COVID-19 untuk mendonorkan plasma darahnya masih rendah, sementara permintaan sangat tinggi. Sejak berdiri 25 Desember 2020, Komunitas Pendonor Plasma sudah memfasilitasi 241 penyintas.
Namun saat ini permintaan plasma darah terus meningkat, sementara tidak semua PMI melayani donor plasma darah. Jika ada, tidak membuka pendaftaran secara sukarela tapi berdasarkan permintaan dari rumah sakit. Jika tidak ada permintaan, maka PMI tidak akan mencari pendonor. Di satu sisi, stok plasma darah antardaerah tidak merata.
“Padahal sebetulnya antar-PMI dapat saling mengirim plasma darah jika ada kebutuhan,” ungkapnya.
Menurut Ariani, minat penyintas COVID-19 mendonorkan plasma darahnya rendah disebabkan beberapa hal. “Pertama karena mereka tidak tahu. Kedua, ada yang masih ogah untuk ke PMI. Kita tidak bisa memaksa, donor sifatnya hanya sukarela, apalagi kita kasih nomor hape penyintas tanpa izin,” katanya.
Ketiga, stigma pun menjadi salah satu pertimbangan. “Karena ada stigma ini penyintas banyak yang merasa malu atau tidak mau ditampilkan jika mendaftar (jadi pendonor plasma), nanti takut dikucilkan,” katanya.
Rendahnya donor plasma pun dapat disebabkan banyak penyintas yang sebetulnya sudah bersedia jadi pendonor, tapi setelah dites kesehatan ternyata tidak memenuhi syarat. Contohnya, saat positif yang bersangkutan terkategori orang tanpa gejala, atau perempuan yang pernah hamil.
“Perempuan yang pernah hamil itu punya antigen HLA dan HNA, kalau plasma darahnya didonorkan akan terjadi penolakan dari penerima,” jelas Ariani.
Ariani menyambut baik ide bahwa kepala daerah dan pejabat publik penyintas COVID-19, mau mendonorkan plasma darahnya. “Baik banget itu. Pejabat publik bisa jadi influencer,” ungkapnya.
*Solidaritas Penyintas*
Wildan (37) warga Bojongsoang, Kabupaten Bandung merasa terpanggil untuk mendonorkan plasma darahnya. Ia adalah seorang penyintas COVID-19. Setelah isolasi selama 14 hari di rumahnya dengan gejala mual dan sakit badan, pada 23 Desember 2020 karyawan swasta dinyatakan sehat oleh dokter puskesmas.
Kini dia sudah beraktivitas kembali seperti biasa. Namun pengumuman plasma darah yang dia lihat di Instagram milik PMI Kota Bandung membuat hatinya tergerak.
“Saya sudah terdaftar sebagai pendonor plasma darah. Sebelumnya ngisi dulu formulir online, ditanyain profil dan riwayat COVID-19, kapan positif kapan sembuh dan macam- macam. Sekarang tinggal nunggu wawancara, jadi diseleksi lagi,” katanya.
Wildan sudah lebih dari 30 kali mendonorkan darahnya jadi sudah terbiasa dengan jarum besar. Tapi untuk donor plasma adalah pengalaman pertamanya. “Jadi saya belum tahu akan seperti apa pengambilan darahnya nanti. Sama atau beda dengan donor biasa,” katanya.
Dia berharap, kadar antibodi dalam tubuhnya tergolong berlimpah sehingga dapat membantu pasien positif yang bergejala berat. “Saya termasuk beruntung karena gejalanya ringan. Tapi banyak pasien dengan gejala berat sedang berjuang di ruang perawatan. Saya harap saya bisa jadi donor plasma dan dapat membantu orang lain,” harapnya.
Dengan banyaknya kepala daerah dan pejabat publik penyintas COVID-19, menurutnya akan sangat baik jika mereka mau mendonorkan plasma darahnya agar makin banyak orang tahu terapi plasma darah.
*GRAFIS*
*TERAPI PLASMA DARAH*
*Apa itu?*
Donor plasma darah dari penyintas COVID-19 ke pasien positif untuk membantu kesembuhan.
*Manfaat*
Mengurangi risiko kematian pasien
Mempercepat penyembuhan pasien
Proses cepat bagi pendonor.
*Legalitas*
WHO dan Food Drugs Administration (BPOM-nya Amerika Serikat).
*Syarat Pasien*
Bergejala sedang dan berat, ringan tak boleh.
*Syarat Pendonor*
Umur 18-60 tahun.
Laki- laki dan perempuan yang belum pernah hamil.
Bera badan 55 kg.
Tak punya penyakit penyerta (diabetes, jantung, hipertensi tak terkendali, sipilis, HIV/AIDS, gagal ginjal, kanker, etc).
Pernah terdiagnosa COVID-19 dengan gejala (mual, muntah, flu, batuk, bersin, sesak napas, mata merah).
Melampirkan hasil swab positif PCR atau rapid antigen.
Sudah bebas gejala minimal 14 hari setelah isolasi.
Harus dilakukan dalam jangka waktu maksimal tiga bulan setelah negatif.
*Prosedur*
Telepon kantor PMI yang melayani plasma darah
Isi formulir online
Tunggu telepon dari petugas
Wawancara dan skrining kesehatan di kantor PMI
Pengambilan plasma darah
*PMI yang buka donor plasma darah*
PMI Bandung
PMI Kab Bekasi
PMI Kab Cirebon
PMI Kab Bogor
Comment