Terkait PSBB di Jakarta, Jabar pun akan berkoordinasi tentang dampaknya terhadap Bodebek
Kabarbhayangkara.com / Bandung — Gubernur Jawa Barat (Jabar) sekaligus Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jabar Ridwan Kamil mengatakan, pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Mikro (PSBM) di Jabar efektif dalam menekan angka penyebaran kasus COVID-19.
Salah satu contohnya adalah penanganan klaster institusi pendidikan kenegaraan di Kota Bandung pada Juli lalu lewat PSBM di kelurahan setempat.
Selain itu, Kang Emil –sapaan Ridwan Kamil– menjelaskan, pihaknya pun tengah mempelajari keberhasilan sembuh total pada kasus COVID-19 di institusi pendidikan negara tersebut agar bisa merekomendasikan metode penanganan yang sama kepada kasus aktif yang masih ada di Jabar.
“Ketika ada kasus di Secapa, yang ditutup itu bukan satu Kota Bandung, tapi cukup satu kelurahan yaitu kelurahan (Hegarmanah) di mana lokasi Secapa itu berada,” ucap Kang Emil dalam rapat penanganan COVID-19 bersama para menteri Kabinet Kerja, Gubernur DKI Jakarta, Wakil Gubernur Banten, dan pihak terkait lainnya, dari Gedung Pakuan, Kota Bandung, Sabtu (12/9/20).
“Alhamdulillah sekarang 100 persen perwiranya sembuh dan sekarang sudah dijadikan contoh bagaimana penanganan sembuh 100 persen untuk pasien di Jawa Barat,” tambahnya.
Adapun saat ini, Kang Emil menjelaskan bahwa sekitar 70 persen penyebaran kasus virus SARS-CoV-2 penyebab penyakit COVID-19 di Jabar terjadi di wilayah Bogor-Depok-Bekasi (Bodebek) atau wilayah yang berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta.
Untuk itu, terkait rencana Jakarta yang akan kembali melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) demi menekan angka penularan COVID-19, Kang Emil mengatakan bahwa Bodebek pun akan menyesuaikan dengan kebijakan ibu kota.
Meski begitu, Kang Emil menegaskan bahwa Bodebek bukan berarti akan melakukan PSBB ketat. Jabar pun akan menunggu keputusan akhir Jakarta soal PSBB dan melakukan koordinasi bersama kepala daerah di Bodebek sebagai hal utama yang harus dilakukan sebelum mengeluarkan kebijakan.
“Apa pun yang diputuskan oleh DKI Jakarta, Jawa Barat di zona Bodebek ini akan menyesuaikan. Tapi definisi menyesuaikan itu bukan berarti jawabannya pengetatan PSBB juga, karena di Jawa Barat selama ini sudah melakukan yang namanya Pembatasan Sosial Berskala Mikro dan itu efektif,” kata Kang Emil.
“Jadi, kami menunggu saja finalisasi keputusan (di) Jakarta. Lalu saya akan menyesuaikan dengan cepat dan akan dirapatkan dengan wali kota/bupati Bodebek. Kita memang harus koordinasi betul-betul, jangan sampai melakukan kebijakan baru kita berkoordinasi,” ujarnya.
Selain itu, dalam rapat tersebut, Kang Emil juga menekankan pentingnya melihat pandemi COVID-19 lewat kacamata kemanusiaan dan ilmiah untuk mengutamakan nilai tolong-menolong, toleransi, saling memahami, juga saling mendoakan.
Untuk itu, Kang Emil menuturkan bahwa pihaknya siap membantu DKI Jakarta dalam hal ketersediaan ruang isolasi rumah sakit. Hingga 11 September 2020, tingkat keterisian rumah sakit rujukan COVID-19 di Jabar sekitar 44,33 persen dan dinilai aman karena angka tersebut di bawah standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menetapkan tingkat keterisian rumah sakit harus di bawah 60 persen.
“Jika ruang-ruang isolasi rumah sakit di Jawa Barat dibutuhkan untuk DKI, maka kami dengan senang hati juga berkenan memberikan dukungan (bantuan ruang isolasi),” ucap Kang Emil.
“Karena selalu saya sampaikan, kita ini harus memperbanyak kolaborasi, kurangi kata kompetisi, karena kita sama-sama NKRI,” tuturnya.
Pada rapat ini, Kang Emil juga meminta pemerintah pusat untuk membantu daerah dalam meningkatkan rasio pengetesan COVID-19, khususnya bagi Jabar yang memiliki jumlah penduduk hampir 50 juta jiwa.
Menurut standar WHO, pengetesan COVID-19 perlu dilakukan terhadap minimal 1 persen dari total jumlah penduduk, sehingga masyarakat Jabar yang harus dites sebanyak kurang lebih 500 ribu orang.
“Sampai hari ini kapasitas kami hanya sanggup di 0,6 persen. Itu pun sudah luar biasa, 50 ribu pengetesan (metode PCR) per minggu. Tapi karena jumlah penduduk kami banyak, maka persentasenya selalu terlihat lebih kecil (dari provinsi lain),” kata Kang Emil.
“Jadi, kami mohon bantuan dari pemerintah pusat khususnya untuk Jawa Barat, yaitu untuk meningkatkan stok (kit) PCR-nya dan alat-alatnya sehingga kami bisa memenuhi syarat tadi (pengetesan standar WHO),” tutupnya.
Berdasarkan data Pusat Informasi dan Koordinasi COVID-19 Jabar (Pikobar), hingga Sabtu (12/9) pukul 20.30 WIB, pengetesan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) di Jabar total berjumlah 303.519 pengetesan. (Ki)*
*HUMAS JABAR*
Comment