Kabar Bhayangkara/BANDUNG – Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum mengungkapkan, bahwa kunci sukses karirnya di bidang politik adalah silaturahim. Silaturahim adalah bagian dari caranya berkomunikasi hingga berhasil menjadi orang nomor dua di Jawa Barat saat ini.
Uu menuturkan bahwa tujuan kita melangkah dalam menapaki kesuksesan hidup harus didukung oleh tiga hal. Diantaranya niat yang lurus, tekad yang kuat, dan maksimalkan syariat.
“Dalam tiga hal tersebut, kunci komunikasi yang saya rasakan adalah silaturahim. Karena dengan silaturahim semuanya akan selesai, perkelahian akan selesai, tujuan kita akan tercapai, keinginan kita akan berhasil,” ungkap Uu saat menjadi narasumber diskusi publik dengan Tema “Gaya Komunikasi Politik Santri” yang digelar oleh Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS) di Auditorium FPIPS Gedung Nu’man Somantri, Kampus UPI, Jl. Setiabudi Kota Bandung, Kamis (13/9/18).
Silaturahim juga menjadi bagian penting dalam event-event politik yang Uu lakukan. Dia mengaku bahwa uang dan kapabilitas bukan modal utamanya dalam menapaki karir politiknya.
“Yang saya lalukan dalam event politik bukan uang yang kami miliki, bukan kemampuan yang kami miliki, tetapi hanya satu silaturahmi yang kami lakukan,” kata Uu.
“Jadi yang saya rasakan, kunci sukses dalam bidang politik adalah silaturahim,” lanjutnya.
Selain Uu, diskusi ini juga menghadirkan narasumber Guru Besar Komunikasi Politik UPI, Prof. Dr. Karim Suryadi. Karim mengatakan, gaya komunikasi santri seperti yang dilakukan Uu memiliki ciri khas atau pembeda.
Pertama, hal yang membedakan komunikasi politik santri dengan politisi lain yaitu intuisi. Intuisi adalah pengetahuan terdalam yang sudah merasuki ke dalam sistem dan menjadi tabiat atau ciri khas seseorang.
“Gaya khas komunikasi politik santri yang menjadi pembeda adalah intuisi. Kekuatan intuisi itulah yang membedakan santri dari yang lain,” jelas Karim.
Kedua, menurut Karim politik santri mulai ada di Indonesia ketika Abdurrahman Wahid menjadi predsiden. Dimana politik diwarnai dengan kekiaian dan kesantrian dengan dua simbol, yaitu tafsir dan analogi.
“Yang ketiga, komunikasi dijadikan alat untuk ber-tawadhu atau alat untuk mendapatkan berkah yang bisa melipatgandakan kebaikan. Jadi berkomunikasi artinya untuk menyebar kebaikan, menambah kebaikan,” tukasnya(Lind)*
Comment