kabarbhayangkara.com /BANDUNG – Anggota Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat menerima kedatangan Forum Komunikasi Honorer Tenaga Kesehatan Non ASN Provinsi Jawa Barat bertempat di ruang Rapat Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat Jalan Diponegoro Bandung, Jumat 13 Mei 2022.
Forum Komunikasi Honorer Tenaga Kesehatan Non ASN
,mereka menuntut agar para tenaga honorer yang sudah mengabdi cukup lama itu bisa diangkat menjadi ASN atau PNS.
Dalam menerima Forum Komunikasi Honorer Tenaga Kesehatan Non ASN
tersebut dihadiri anggota Komisi V Ali Rasyid dan Hj. Sari Sundari. Selain itu hadir pula dari stakeholder terkait yakni Sekdis Dinkes Jabar Dr.H. Firman Adam yang didampingi Kabid Sumberdaya Kesehatan dan Kasi SDM.
Hadir dari perwakilan Bapeda Kabid Perencanaan, Rinny Cempaka dan dari BKD Provinsi Jawa Barat yang dihadiri oleh Kasubag Kepegawaian, Dr Rully Ruslina Novianti.
Sementara dari utusan Forum Komunikasi Honorer Tenaga Kesehatan non ASN, hadir perwakilan Kabupaten dan Kota yang ada di Provinsi Jawa Barat.
Dalam audiensi tersebut, Tedi Ganjar selaku Ketua Forum berharap agar PP No 56 Tahun 2012 dapat diimplementasikan sebagaimana mestinya.
Sehingga konsekuensi dari implementasi tersebut kami PTT Tenaga Kesehatan dapat diangkat sebagai PNS/ASN,” katanya.
Pihaknya juga meminta agar Pemerintah Provinsi Jabar lebih peduli terhadap nasib para nakes honorer.
“Agar masa depan dan kinerja bisa lebih meningkat jika status dalam menjalankan pekerjaannya itu sudah jelas,” katanya.
Salah satu bidan dari daerah Kabupaten Tasikmalaya, Ani Hanipah mengungkapkan berbagai ketimpangan yang dialami dirinya beserta para nakes honorer lainnya.
Dimana tenaga honorer nakes yang memiliki masa pengabdian dan pengalaman yang mumpuni dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat seakan didiskriminasikan.
“Kami dibiarkan terkatung-katung menjadi tenaga kontrak tanpa jenjang karier yang jelas,” ujar Ani yang juga menjabat bendahara Forum.
Selain itu keluhan juga disampaikan Endri Herlambang selaku pembina Forum tersebut.
Ia menegaskan bahwa di setiap penandatanganan kontrak PTT, Nakes seringkali disodorkan untuk menandatangani surat pernyataan agar tidak menuntut untuk diangkat menjadi PNS.
Artinya surat pernyataan tersebut merupakan alat bukti, bahwa diindikasikan ada upaya dari pihak eksekutif untuk tidak menjalankan amanat Undang-Undang dan Peraturan yang berlaku.
Yang akhirnya hak untuk diangkat menjadi PNS/ASN tidak diterima oleh Honorer Tenaga Kesehatan. Bahkan mereka pun dibuat bungkam dan takut untuk menuntut haknya sendiri,” katanya.
Tentunya, lanjut Endri, DPRD Provinsi Jawa Barat khususnya komisi V sudah sepantasnya melakukan pengawasan.
Pada audensi tersebut, Ali Rasyid menyampikan, bahwa pihaknya sengaja menghadirkan semua pihak agar dari pertemuan ini dapat membuahkan hasil yang maksimal.
Dan kami pun dalam waktu dekat akan mengadakan pembahasan Raperda Nakes, yang salah satunya akan diatur tentang bagaimana Tenaga Honorer Nakes secara khusus dapat diangkat menjadi PNS tanpa melaui tes dan cukup melalui verifikasi dan validasi saja,” katanya.
Tinggal yang dibutuhkan adalah kejelasan status saja, agar mereka memiliki jenjang karier dan masadepan yang jelas,” katanya.
Dari Dinkes, Bapeda dan BKD Provinsi Jabar pun, memberikan respon positif dan akan menindaklanjuti sesuai tupoksi masing-masing.
“Kami pun sudah mengajukan usulan pengadaan kuota kepangkatan PNS/PPPK bagi honorer nakes,” katanya.
Tinggal, lanjut Reni, problem yang perlu diurai dalam Raperda Nakes adalah dimana PTT/ Honorer tenakes telah bertugas dan tersebar di setiap kecamatan.
Artinya usulan kuota seharusnya dari Kabupaten/Kota setempat, walaupun DIPAnya dari Provinsi Jabar.
“Dalam arti, bisa saja status kepegawaianya sebagai pegawai provinsi. Namun penugasannya berada setiap puskesmas- puskesmas yang ada di provinsi Jawa Barat,” pungkasnya.