Kabarbhayangkara.com/ BANDUNG- Seorang oknum aparatur sipil negara (ASN) di Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat diduga menggelapkan dana infak dari setiap peserta Tim Pemandu Haji Daerah (TPHD) Jawa Barat.tahun Anggaran 2010 terbongkar pada tahun 2021.
Dana APBD yang dipergunakan TPHD Jawa Barat sekitar Rp 225 Juta Dana tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi seperti foya-foya dan untuk keluarga. Temuan tersebut terbongkar pada hari Jum’at, 2/4-2021 yang baru lalu. menurut informasi yang bersangkutan akan mejalani sidang gelar perkara di pengadilan Negeri. Namun selama dalam proses pemeriksaan yang bersangkutan tidak ditahan. Tidak ada penahanan terhadap di duga tersangka ada jaminan dari pihak LBH. Infomasi, Minggu, 5/12-2021.
Dalam penegakan disiplin Inspektorat Provinsi Jawa Barat dana yang digelapkan sebesar Rp 225 juta dari APBD 2010 . Dana senilai Rp.225 juta diduga digelapkan oknum tersebut saat menjabat sebagai Kepala Bagian Keagamaan pada Biro Yansos Setda Provinsi Jawa Barat tahun 2010 pada saat menjabat waktu tahun 2010, yang pada saat ini menjabat pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi Jawa Barat dengan inisial (DI). yang bersangkutan sementara menjalani Cuti dalam menjalankan kedinasannya.
Membaca pada unsur kejahatan jabatan di dalam Buku Kedua Kitab Undang-Undang Hukum Pidanaadalah sejumlah kejahatan tertentu,yang hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai sifat sebagai Pegawai Negeri. Unsur kejahatan jabatan sebagai tindak pidana korupsi yang mengakibatkan pemberhentian tidak dengan hormat terhadap Pegawai Negeri Sipil. Konsep yang menyangkut kejahatan jabatan dari ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tersebut mengacu pada tindak pidana korupsi yang saat ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Pasal 5 -12 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Pasal 3 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merumuskan bahwa:“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”.
Maka unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : “dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, dan dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tidak mencantumkan unsur “melawan hukum” secara berdiri sendiri (bukan merupakan bestanddel delict), yang ada adalah unsur “menyalahgunakan kewenangan”. Secara implisit penyalahgunaan wewenang dengan melawan hukum, karena penyalahgunaan wewenang esensinya merupakan perbuatan melawan hukum. Unsur “melawan hukum” merupakan “genus”nya, sedangkan unsur “penyalahgunaan wewenang” adalah “species”nya.
Hal ini bukan berarti bahwa delik ini dapat dilakukan tanpa unsur “melawan hukum” sebab unsur melawan hukumnya termaktub dalam keseluruhan perumusan. Melawan hukum adalah tidak mempunyai hak sendiri untuk menikmati keuntungan (korupsi) tersebut.
BACA JUGA : Kisruh Pengunduran se Jumlah Pejabat PPK dan ULP, Warga Ancam Polisikan Bupati Garut
Penggunaan unsur melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang sebagai dakwaan terhadap pejabat atau pegawai negeri harus memilih Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena keduanya pada prinsipnya sama, hanya berbeda pada subyek deliknya. Jika subyek deliknya bukan pejabat atau pegawai negeri dapat mempergunakan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau pasal lain selain pasal 3.
Transaksi tersebut dilaporkan ke Inspektorat untuk ditindaklanjuti. Kemudian tim Inspektorat turun untuk mengaudit namun sudah lebih dulu ditemukan kejanggalan oleh tim pemeriksa dari Tifikor Polda Jabar dengan dugaan penggelapan dana tersebut. bahkan Tifikor Polda Jabar sudah memeriksa salah satu pegawai bagian Keagamaan namun tidak ditemukan dugaan yang berkaitan dengan dana tersebut.
Pemeriksaan berlanjut kepada salah satu ASN yang pada saat itu menjabat sebagai Kabag Keagamaan di lingkunan Setda Pemprov Jabar yang diduga tersangka (DI) sedang menjalani pemeriksaan pihak Polda Jabar, keterangan lebih lanjut kami pihak media sedang menunggu hasil pemeriksaan dari Tifikor Polda Jabar, agar media tidak menjadi simpang siur hasil kabar yang sebenarnya, biar ranah hukum dahulu yang menyelesaikan pemeriksaan perkara tersebut ” (Mr X)*
Comment